Tribuana News. Singaparna -
Topik korupsi dan politik memang selalu hangat untuk diperbincangkan, apalagi menjelang kontestasi politik 2024, dimana Pemilu ini merupakan salah satu kesempatan untuk negeri ini memperbaiki demokrasi, birokrasi dan mewujudkan negara yang inklusif, anti korupsi serta berorientasi kepada kepentingan publik. Namun tak jarang juga Pemilu malah melahirkan sosok pemimpin yang tidak berorientasi terhadap kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat tetapi malah sebaliknya.
Demikian yang disampaikan
Moderator Ananta Sukma Winata, saat mengawali acara "Ngobrol Santai Antikorupsi", pada Minggu (21/01/2024) di Aula STT Cipasung Kabupaten Tasikmalaya.
Acara tersebut atas prakarsa Indonesian Corruption Watch (ICW) yang berkolaborasi dengan Koalisi Mahasiswa & Rakyat Tasikmalaya (KMRT), Konsolidasi Masyarakat dan Raodshow Situs Rekamjejak.net. dengan tajuk "Kita Hidup diatas Kebijakan Yang Di Susun Oleh Pejabat Publik".
Ada 3 Pemateri dalam diskusi tersebut, yaitu Muhamad Yamin (KMRT), Siera Tamara (ICW) dan Asep Tamam (Pengamat Politik Tasikmalaya).
Muhamad Yamin sebagai salah satu pemateri memaparkan bahwa ketika berbicara Public Policy (kebijakan publik) unsur yang paling penting itu ialah keseriusan dalam merumuskan dan menyusunnya, karena esensi didalam kebijakan publik ini adalah kemaslahatan bagi masyarakat secara komunal. Jika Kebijakan publik serius dijalankan oleh pemerintah atau aktor-aktor politik (legislatif) maka sosial policy pun akan baik dirasakan oleh masyarakat. Jangan malah menuai pro dan kontra di masyarakat dan juah dari keberpihakan kepada masyarakat bahkan menjadi problematika.
"Didalam social policy ada public goods (barang publik-red) dan public service (pelayanan publik-red) Didalam public goods ada non- rival dan non-excludable. Artinya jika public policy yang di buat oleh pemerintahnya baik maka otomatis kedua hal tersebut akan baik begitu juga dengan public servicenya," kata Yamin.
Masih menurut Yamin, mengilustrasikan tentang bagaimana jalan yang bagus akan melancarkan perekonomian masyarakat, tetapi sebaliknya apabila jalan-jalan yang rusak di daerah justru malah menghambat mobilitas perekonomian dan aktifitas masyarakat yang lainnya.
"Maka dalam memilih pemimpin di Pemilu ini masyarakat harus cerdas dan melihat rekam jejak para kontestan sehingga kita tidak salah memilih pemimpin untuk lima tahun kedepan," tambahnya.
Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Siera Tamara mengemukakan bahwa "peraturan yang sehat yang kami mau" dalam penggalan lagu Iwan Fals sangat cocok dengan situasi sangat ini. Karena faktanya masyarakat sangat menginginkan peraturan yang sehat, dalam artian peraturan yang inklusif, yang bisa menyelesaikan permasalahan di masyarakat, mengedepankan kepentingan masyarakat dan dibuat semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat. Tapi hal itu menjadi sulit karena masih banyak mantan terpidana korupsi ikut mencalonkan kembali dalam pemilu saat ini.
"Secara logika sederhana kita bisa berharap apa sama orang yang dulu pernah di kasih mandat, dikasih tanggungjawab waktu duduk jadi pejabat publik tapi dia khianatin, tapi dia salah gunakan, dia cari keuntungan sendiri dan untuk orang terdekatnya. Ia berkorupsi merugikan masyarakat, merugikan keuangan negara. Bayangkan jika orang-orang yang memiliki rekam jejak seperti itu duduk lagi, punya kewenangan lagi buat peraturan, apakah mereka bisa kita percaya lagi untuk bikin peraturan yang berpihak kepada pemberantasan korupsi," tegas Tamara.
Tamara pun membahas tentang laman rekamjejal.net yang mengungkap berbagai informasi hingga riwayat hidup ratusan calon anggota legislatif di Pemilu 2024 ini. Kemudian dalam situs tersebut masyarakat bisa melihat bagaimana afiliasi para caleg, baik dalam pembentukan undang-undang kontroversial hingga kasus korupsi yang menyeret nama mereka.- (Galih W)