Sabtu, 18 Januari 2025 00:55 WIB

Sekelumit Sejarah Hari Lahir Panca Sila Dan Kedudukannya Sebagai Paradigma Pembangunan

Senin, 31 Mei 2021 10:08:51

Oleh: Redaksi | 2.143 view

Setiap tanggal 1 Juni telah ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional yakni hari Lahir Panca Sila yang merupakan dasar negara, falsafah hidup, kepribadian bangsa, pedoman hidup, perjanjian luhur, sumber dari segala sumber hukum juga paradigma pembangunan bangsa Indonesia. Seperti apa sejarah hari lahir Pancasila?

Lahirnya Panca Sila bukan dari rahim pemikiran seseorang tapi tidak terlepas dari perjuangan dan hasil rembukan hampir 70 tokoh bangsa yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jika ditelusuri, secara historis formulasi keanggotaan BPUPKI itu sangat beragam karena didalamnya terwakili baik secara geografis, etnis, agama, ras atau suku yang berada di Indonesia, termasuk Jawa, Batak, Ambon, keturunan Indo - Arab, Indo - Cina Indo - India dan lainnya yang hadir dalam sidang pada waktu itu. Namun yang kita ketahui hanya Panitia Sembilan yaitu terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 di hari terakhir sidang BPUPKI dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. 

Kedudukan/Fungsi Panca Sila Sebagai Paradigma Pembangunan.

Panca Sila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar Panca Sila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Panca Sila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Panca Sila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila Panca Sila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan, maksudnya adalah pembangunan di Indonesia harus mempunyai pola/model yang seragam atau konsep dasar yang harus sesuai dengan nilai - nilai Panca Sila, dan berikut lima ciri pembangunan berparadigma Panca Sila :

Pertama, pembangunan di Indonesia tidak boleh bersifat pragmatis, apa itu pragmatis?yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis. Artinya dalam pembangunan tidak asal cepat, mencari gampang atau asal - asalan mulai dari perencanaan, teknis pelaksanaan sampai pengawasannya. Dan harus betul - betul diukur secara skala prioritas. Karena keterbatasan anggaran negara maka harus ditentukan skala prioritas pembangunan misalkan mendahulukan daerah yang belum di aspal atau masih batu dan tanah atau disebuah desa belum ada puskesmas. Dalam pelaksanaan harus di terapkan sesuai rencana, contohnya dalam pembangunan ruang sekolah tidak asal -asalan sehingga bangunan tidak cepat ambruk atau terjadi bencana dan kejadian yang merugikan dikemudian hari. 

Kedua, pembangunan tidak boleh bersifat ideologis. Maksudnya bersifat melayani aliran atau berwarna ideologi tertentu, misalnya di Kabupaten Tasikmalaya atau wilayah lain di Jawa Barat banyak jalan memakai nama bahasa Arab karena identitasnya berorientasi kepada sebuah agama yaitu islam, atau bangunan kantor pemerintahan berdesain seperti Gereja, Pura atau tempat ibadah lain namun harus berorientasi pada warna nasional atau bernafaskan kebangsaan.

Ketiga, harus menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Artinya tidak boleh mengorbankan manusia atau rakyat kecil dalam sebuah pembangunan, misalkan pemerintah saat ini sedang pembebasan lahan untuk membangun jalan tol CIGATAS dan pemerintah main sikat atas tanah warga, jika terjadi seperti itu apa bedanya dengan zaman kolonial Belanda dalam membangun rel Kereta Api di priangan timur zaman dulu yang tidak menghargai hak milik tanah warga.

Ke empat, harus dilaksanakan secara demokratis, artinya dalam pembangunannya harus selalu melibatkan rakyat. Dan harus sesuai dengan perencanaan secara musyawarah. Misalkan musyawarah tingkat RT/RW, Dusun hingga Desa (MusrenbangDes), dan dilanjutkan ke Musyawarah Pembangunan tingkat Kecamatan lalu musrenbang Daerah yang melibatkan Wakil Rakyat (Anggota DPRD). Dalam berbagai aktivitas pembangunannya, setiap warga negara memiliki hak untuk terlibat aktif. Hak partisipasi tersebut pun telah dijamin oleh konstitusi sebagimana termaktub dalam Pasal 28 C ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan: Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Artinya, dalam berbagai aktivitas pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, sampai pengawasan memerlukan peran aktif masyarakat sebagai kontrol sosial, dan citizen partisipation is citizen power. Karena setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakatlah yang nantinya akan merasakan dampaknya baik positif maupun negatif.
 
Kelima, harus diprioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial. Artinya konsentrasi pembangunan harus dalam taraf pemerataan. Misalkan zaman orde baru dulu pemerintah hanya membangun Jawa tapi mengesampingkan pulau- pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan dan Papua tidak seperti masa pemerintahan sekarang yang menyuguhkan berbagai pembangunan infrastruktur secara merata di tingkat nasional. Berdasarkan Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, tercatat ada 248 proyek infrastruktur strategis nasional di berbagai wilayah Indonesia mulai dari jalan tol, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, rusun, kilang minyak, Terminal LPG, SPAM, bendungan dan irigasi, peningkatan jangkauan broadband, techno park, Kawasan Ekonomi Khusus, smalter, dan pembangkit listrik. Intinya pembangunan prioritas pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial ini harus mengutamakan yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.

Oleh : Galih Witono, S.Pd
Relawan Pendidikan & Jurnalis di TribuanaNews

Komentar Anda

BACA JUGA