Beban Pilihan: Tantangan Anak Bungsu Menjadi Mahasiswa
Penulis : Raisa Lastiana
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya
Tribuana News, Tasikmalaya -- Setiap anak bungsu sering kali dihadapkan pada dilema ketika memasuki fase kehidupan sebagai mahasiswa. Tantangan yang mereka hadapi tidak hanya datang dari dunia akademik, tetapi juga dari harapan dan tekanan keluarga. Di dalam keluarga, si bungsu dianggap sebagai sosok yang paling dekat dengan orang tua. Hal ini membuat mereka menghadapi pilihan-pilihan yang tidak selalu mudah, terutama dalam hal melanjutkan studi atau menentukan arah karir. Banyak dari mereka terjebak di antara keinginan pribadi dan ekspektasi dari keluarga, khususnya dalam mempertimbangkan jarak studi dan pilihan jurusan.
Pertanyaan besar yang sering muncul dalam benak si bungsu adalah, apakah melanjutkan studi di luar kota, bahkan mungkin di luar negeri, atau memilih tetap dekat dengan rumah agar bisa menjaga dan menemani orang tua? Sebagian besar anak bungsu, hubungan emosional dengan orang tua begitu kuat sehingga keputusan untuk berpisah terasa berat. Di satu sisi, mereka ingin meraih pengalaman baru dan pendidikan yang lebih baik di tempat yang jauh. Namun di sisi lain, ada perasaan tanggung jawab untuk tetap berada di dekat keluarga, terutama ketika orang tua mulai menua dan memerlukan lebih banyak perhatian. Konflik ini sering kali menciptakan beban mental yang cukup besar bagi mereka dalam membuat keputusan.
Tidak hanya soal jarak studi, konflik batin semakin bertambah ketika si bungsu harus memilih jurusan kuliah. Di sinilah muncul tantangan berikutnya: apakah mereka harus mengikuti kata hati dan memilih jurusan yang diidamkan, atau tunduk pada saran kakak-kakak yang sudah lebih berpengalaman? Terkadang, mereka dihadapkan pada situasi di mana keluarga, terutama kakak-kakak, memberikan saran yang dianggap terbaik berdasarkan pengalaman mereka. Saran ini, meskipun dilandasi niat baik, dapat terasa sebagai sebuah tekanan yang signifikan bagi si bungsu. Mereka mungkin merasa terbebani oleh ekspektasi keluarga untuk mengambil keputusan yang dianggap "benar" dan "aman". Perasaan ini, jika terus berlanjut, dapat mengikis kepercayaan diri mereka dalam mengambil keputusan sendiri. Selain itu, perbandingan yang sering terjadi antara si bungsu dengan kakak-kakaknya juga dapat menjadi sumber tekanan yang cukup besar. Ketika selalu dibandingkan dengan pencapaian kakak-kakaknya, si bungsu mungkin merasa tidak cukup baik atau merasa bahwa pilihannya tidak akan pernah bisa menyaingi pilihan kakak-kakaknya. Hal ini dapat membuat mereka ragu pada kemampuan diri dan merasa tidak layak untuk mengejar mimpi mereka sendiri.
Menjadi anak bungsu adalah sebuah anugerah, namun juga sebuah tantangan. Dilema yang dihadapi anak bungsu dalam memilih jurusan dan menentukan masa depan adalah bagian dari proses tumbuh dewasa. Dengan dukungan keluarga dan kepercayaan diri yang kuat, anak bungsu dapat melewati masa-masa sulit ini dan meraih kesuksesan yang mereka impikan. Ingatlah, pilihan hidup ada di tangan kita sendiri. Jadi, jangan ragu untuk mengejar mimpi dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.